“SOKRATES DAN KESALEHAN’’


Oleh: Lampirma Adesaputra Bako, O.Carm
Yosep Septiawan, O.Carm


Dalam dialog ini, terjadi pembicaraan antara Sokrates dengan Euthyfro. Topik pembicaraan pertama mereka mengenai alasan keberadaan Sokrates di beranda Raja Arkhon di Atena. Keberadaan Sokrates di berada Raja Arkhon dikarenakan ada orang yang ingin mengajukan dakwaan terhadap Sokrates oleh Meletus. Meletus menuduh Sokrates telah meracuni anak muda yang ada di Atena. Meletos beranggapan bahwa Sokrates telah menciptakan dewa baru dan menolak dewa lama. Dia mendakwa Sokrates demi kepentingan dewa-dewa lama. Topik pembicaraan mereka yang kedua mengenai dakwaan Euthyfro terhadap ayahnya yang secara tidak sengaja membunuh pekerja buruh harian lepas. Dakwaan Euthyfro terhadap ayahnya ini menimbulkan kekaguman pada Sokrates. Kekaguman Sokrates terletak keberanian Euthyfro mendakwa ayahnya sendiri. Orang berhikmat yang bisa mendakwa perkara semacam ini. Maka Sokrates menghendaki supaya ia menjadi murid Euthyfro dan bisa memahami apa itu kesalehan.
Hal yang menarik dari pembicaraan Sokrates mengenai kesalehan adalah hakekat kesalehan. Pemikiran Euthyfro mengenai kesalehan hanya berkutat pada proses menjadi saleh. Pernyataan yang yang berkutat pada proses menjadi saleh menimbulkan pertanyaan pada Sokrates. Euthyfro tidak menjawab apa yang ditanyakan oleh Sokrates mengenai hakekat kesalehan. Oleh karena itu, dalam percakapan antara Sokrates dengan Euthyfro berisi pertanyaan sokrates mengenai kesalehan.
Ada beberapa pandangan Euthyfro dan tanggapan Sokrates mengenai kesalehan. Pertama, kesalehan adalah mengadili orang yang bersalah. Artinya bertindak adil adalah bentuk kesalehan seperti yang Euthyfro lakukan kepada ayahnya. Keadilan tidak melihat apakah itu saudara, ayah, ibu atau kerabat lain, jika mereka terdapat kesalahan maka mereka harus dituntut. Pernyataan ini didasarkan pada tindakan Dewa Zeus yang menghukum Ayahnya, Kronos karena telah melahap anak-anaknya.
Kedua, kesalehan adalah sesuatu yang dikasihi oleh para dewa. Jika ada kesalehan maka ada ketidaksalehan. Kesalehan dan ketidaksalehan adalah dua yang berbeda dan saling berlawanan. Mengapa terjadi demikian karena setiap dewa mempunyai pandangan yang berbeda demikian pula dengan manusia. Para dewa saling bertentangan untuk menentukan mana yang saleh dan mana yang tidak saleh, baim atau tidak baik, adil atau tidak adil. Hal ini terjadi karena tindakan individualislah yang membuat para dewa bertentangan. Jika para dewa mempunyai pandangan yang berbeda maka saleh dan tidak saleh serentak dalam sesuatu itu.
Sesuatu yang saleh itu dikasihi oleh para dewa karena sesuatu itu saleh atau sesuatu itu saleh karena sesuatu itu dikasihi oleh para dewa. Ini adalah pertanyaan Sokrates yang menggugah. Intinya Sokrates ingin mengetahui apakah sesuatu itu saleh karena sudah dalam keadaan saleh atau sesuatu yang saleh muncul kemudian setelah dewa mengasihi sesuatu itu. Petanyaan Sokrates ini membuat pernyataan Euthyfro menjadi berubah-ubah seperti yang dikatakan bahwa si Daedalus membuat kata-kata Euthyfro berjalan-jalan. Dengan kata lain, Euthyfro hanya berputar dalam lingkaran yang tidak ada ujungnya. Pada akhirnya jawaban yang diberikan oleh Euthyfro kembali pada pernyataan pertama bahwa hal yang saleh adalah sesuatu yang dikasihi oleh para dewa.
Euthyfro juga memberi pernyataan bahwa tindakan saleh adalah sebuah pelayanan kepada para dewa. Pelayanan kepada para dewa itu seperti budak kepada tuannya. Sebuah pelayanan yang bertujuan untuk mendatangkan kebaikan atau keuntungan bagi objek yang dilayani. Jadi para dewa mempunyai keuntungan atas pelayanan itu, lalu apa keuntungan para dewa ? Hal ini yang tidak bisa dijawab oleh Euthyfro. Lalu apa yang menjadi keuntungan budak jika sudah memberikan pelayanan kepada tuannya ?
Sokrates memberi tanggapan bahwa keuntungan yang diterima oleh para dewa adalah dewa menjadi lebik baik. Bentuk pelayanan lain terkait dengan kesalehan yakni persembahan dan doa. Pernyataan ini muncul dari pertanyaan sokrates mengenai jenis pelayanan kepada para dewa. Persembahan berarti memberikan sesuatu kepada para dewa sedangkan berdoa adalah meminta sesuatu dari dewa. Sokrates memberi kesimpulan bahwa kesalehan adalah keahlian meminta sesuatu dari para dewa dan memberi sesuatu kepada mereka.
Pada akhir pembicaraan ini tidak menemukan titik akhir. Euthyfro tidak memberikan jawaban akhir akan pertanyaan Sokrates. Demikian pula dengan, Sokrates tidak menarik sebuah kesimpulan. Akhirnya kesalehan itu “ada”. “Ada” yang selalu menjadi bahan pembicaraan yang hangat dari zaman ke zaman.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENATA DIRI DEMI HIDUP PANGGILAN

“Etika dalam Hidup Komunitas”