MEMBANGUN MARTABAT MANUSIA
MEMBANGUN
MARTABAT MANUSIA
“Aspek
Manusia dalam Analisis Organisasi :
Dasar
Pemikiran dan
Implikasi
Metodologi Penelitian”
Oleh:
Sunoto
Artikel
ini diringkas oleh:
Yosep
Septiawan, O.Carm
Organisasi merupakan
kelompok sosial yang sering kita jumpai dalam setiap institusi.
Setiap ada acara baik besar maupun kecil, orang membuat organisasi
agar sebuah acara dapat berjalan dengan lancar. Kelancaran ini
diperoleh dari kekompakan setiap anggota dalam bekerja. Kekompakan
merupakan nilai organisasi yang terus dijunjung tinggi dalam
menggapai keberhasilan.
Dalam sebuah
organisasi di Jepang berusaha memusatkan perhatian pada aspek-aspek
manusia. Perhatian pada aspek manusia ini tampaknya berkembang dan
diminati dalam tahun-tahun terakhir. Mereka berusaha mengembangkan
aspek manusia dalam perancangan dan penataan organisasi. Hal ini
menandakan ada gejala pergeseran pandangan dan penataan organisasi.
Pergeseran
Pandangan dalam Organisasi
Pergeseran pandangan
itu dari yang berlandaskan dasar-dasar pemikiran fungsional ke
konsep-konsep pemikiran yang dilandasi oleh apa yang disebut
paradigma intepretatif. Para pemikir dalam organisasi berusaha
melakukan inovasi dalam menjalankan sebuah organisasi. Organisasi
yang dulunya bersifat struktural fungsional mulai diimbangi dengan
konsep-konsep yang berlandasakan pada alam pemikiran manusia.
Pergeseran ini memberikan dampak dalam organisasi berupa makin
meningkatnya perhatian aspek kebudayaan dalam studi organisasi.
Konsep kebudayaan
ini akan digunakan dalam menjelaskan dalam beberapa sisi dalam
organisasi. Konsep kebudayaan akan digunakan pertama,
sebagai metafora untuk menjelaskan perwujudan dan hakikat organisasi.
Kedua,
untuk menjelaskan bentuk dan karakteristik organisasi. Ketiga,
sebagai sesuatu yang ada dan hidup dalam suatu gejala hidup dalam
suatu organisasi (variabel), dan juga sebagai landasan pemikiran
(metafora). Keempat,
sebagai pendekatan pemahaman organisasi dengan menggunakan asumsi
dasar bahwa struktur realitas organisasi merupakan konstruksi
pemikiran yang bersifat subjektif.
Batasan
Teori
Kebudayaan
sebagai Variabel
Kebudayaan sebagai
variabel dipandang sebagai sesuatu yang hidup dalam organisasi yang
mengikat semua anggota organisasi dalam mencapai tujuan bersama.
Kebudayaan ini juga dilihat sebagai bagian dari suatu lingkungan
organisasi yang mempengaruhi perilaku dan penampilan organisasi.
Salah satu konsep
kebudayaan yang muncul sebagai konsep dasar dalam organisasi adalah
konsep yang diformulasikan oleh Barley (1983). Barley berpendapat
bahwa kebudayaan merupakan sistem memberi arti yang dalam studi
organisasi dianggap sebagai landasan pemikiran bagi para anggota
organisasi dalam mengenali dan mengartikan pengalaman mereka. Hal
ini oleh Schein (1985) dibagi dalam tiga tingkatan dalam kebudayaan.
Pertama, karya yang
dapat dilihat dan dirasakan. Artinya ialah, karya tersebut mengandung
arti aspek-aspek kreasi manusia yang lebih bersifat fisik, seperti
teknologi, karya seni dan tingkah laku yang dapat dilihat dan
didengar. Kedua, nilai-nilai. Hal ini berkaitan dengan tingkat
kebudayaan yang berkaitan dengan kesadaran manusia. Ini adalah suatu
tingkat pemahaman tentang sesuatu yang secara aktual hidup dan apa
yang seharusnya seperti persepsi dan proses pemecahan masalah.
Ketiga,
asumsi-asumsi dasar. Asumsi dasar adalah suatu tingkatan kebudayaan
tempat dimana suatu nilai telah menjadi sesuatu yang diyakini. Hal
ini meliputi hubungan manusia dengan alam, hakekat realitas, hakekat
manusia itu sendiri, aktifitas manusia dan hakekat hubungan antar
manusia.
Fungsi
Kebudayaan
Fungsi dari
kebudayaan, pertama,
memelihara hubungan antar anggota dan bagaimana mereka
menyelenggarakan aktifitas organisasi. Kedua,
memelihara hubungan antara kekuasaan dengan otoritas, toleransi,
komitmen, kepercayaan dan komunikasi. Ketiga,
melihat bagaimana kebudayaan dibentuk dan dipelihara kelangsungannya.
Hal ini terkait bagaimana anggota menjalankan sebuah organisasi.
Dalam hal ini ada tiga pendekatan. Pertama, mengidentifikasi masalah
yang dihadapi anggota. Kedua, pemimpin yang menjadi pusat perhatian.
Ketiga, menjalankan organisasi dengan sikap-sikap positif.
Kebudayaan
sebagai Metafora
Tujuan kebudayaan
sebagai metafora adalah pertama,
untuk mendapatkan metode yang memadai dalam proses memahami hakekat
organisasi melalui analogi kebudayaan. Kedua,
untuk mencari dan mengembangkan pendekatan dalam proses pengkajian
organisasi yang berpusatkan pada aspek manusia. Ketiga,
untuk memusatkan perhatian pada sistem pemikiran dan sistem hubungan
sekelompok manusia dalam mencapai tujuan bersama. Keempat,
mencoba mengembangkan organisasi dengan unsur kebudayaan.
Implikasi
Metodologi
Dalam implikasi
metodologi perlu melihat beberapa hal yang penting mengenai, karakter
kelompok, karakter anggota kelompok, lingkungan kelompok, dan jenis
permasalahan yang dihadapi kelompok. Jadi untuk mengembangkan
organisasi dengan unsur kebudayaan maka ada tiga konsep dasar untuk
mengembangkan itu semua.
Pertama,
pengetahuan. Setiap anggota mempunyai pengertian atau kesadaran dalam
memikirkan sesuatu (tujuan bersama). Hal ini yang akan menjadi
pedoman tingkah laku setiap anggota. Kedua,
pemikiran simbol. Kebudayaan dilihat dalam simbol-simbol dan arti.
Hal ini berkaitan dengan nilai-nilai, keyakinan dan tindakan-tindakan
dalam suatu kehidupan sosial melalui penginterpretasian
lambang-lambang. Hal ini juga mencari keterkaitan antara
lambang-lambang dengan aktifitas sosial yang terjadi. Ketiga,
paradigma struktural. Paradigma struktural ini memusatkan
perhatiannya pada proses pemahaman tentang bagaimana bentuk
organisasi dan operasinya mencerminkan proses bawah sadar para
anggotanya. Tujuannya adalah untuk masuk lebih dalam proses pemahaman
penampilan organisasi.
Metafora kebudayaan
dan perhatian terhadap aspek-aspek kebudayaan dalam studi organisasi,
selain mendorong pergeseran perhatian dari hal-hal yang bersifat
fisik ke aspek-aspek yang bersifat sosial juga membawa implikasi
penggunaan metodologi penelitian yaitu metodologi yang digunakan oleh
para ahli dibidang antropologi dan sosiologi. Ada dua metode
penelitan yang kiranya relevan dalam studi kebudayaan dalam
organisasi.
Etnografi
Metode etnografi
biasanya digunakan oleh para ahli antropologi dan sosiologi untuk
meneliti aktifitas kelompok sosial tertentu termasuk bagaimana
mengkonstruksi dunia mereka. Perhatian dalam penelitian ini tidak
hanya keadaan fisik objek tetapi juga apa yang dipikirkan dan
dirasakan oleh anggota. Dengan kata lain, Etnografi bertujuan untuk
mengidentifikasi mengenai bagaimana anggota kelompok sosial
mendefinisikan, mengintropeksikan, dan mengevaluasi dunia mereka
dilihat dari sudut pandang mereka.
Etnografi ini dapat
diterapkan mulai dari pengidentifikasi kebutuhan aktual kelompok yang
diminati, sampai pada masalah-masalah yang lahir dari teori. Teknik
pengumpulan data yang dibutuhkan antara lain observasi dan interview.
Life
History
Aplikasi metode life
history adalah
untuk mendapatkan gambaran mengenai realitas sosial berdasarkan
pengalaman hidup pribadi. Untuk mendapatkan gambaran ini maka anggota
dapat menceritakan kepada pengalaman hidupnya peneliti. Tujuan
penggunaan metode ini adalah menggali dan menganalisis suatu
organisasi melalui pemahaman sejarah hidup anggota organisasi yang
diamati. Metode ini sangat penting untuk mempelajari sosialisasi
dalam organisasi terkait perkembangan anggota dalam kaitan dengan
kebudayaan. Teknik pengumpulan data yang bisa digunakan antara lain,
interview
yang mendalam, dan mencoba membuat subjek dapat terbuka dengan semua
sejarah hidup yang dialami.
Kesimpulan
Penggunaan metafora
kebudayaan dan peningkatan perhatian pada aspek kebudayaan dalam
studi organisasi melahirkan konsep-konsep pemikiran baru di bidang
organisasi yang berorientasi pada aspek manusia yaitu pemahaman
organisasi melalui analogi kebudayaan. Dari sudut pandang ini,
organisasi dilihat sebagai suatu sistem membagi arti, diskusi simbol
dan sistem pengajaran. Penggunaan metafora kebudayaan dalam analisis
organisasi juga membawa implikasi metodogi. Metodologi yang kami
berikan disini ada dua yakni Etnografi dan Life
History.
Kritik
dan Saran atas Artikel ini
Penggunaan metafora
kebudayaan dan peningkatan perhatian pada aspek kebudayaan dalam
studi organisasi ini hanya berlaku dalam lingkup sosial yang sempit.
Tidak semua organisasi dapat melakukan hal demikian. Jika dilihat
metode penelitian yang digunakan sudah jelas sekali bahwa hanya
sebatas satu budaya saja, bagaimana jika dalam organisasi terdapat
banyak budaya, apakah metode ini dapat berjalan dengan baik. Jika
kita melihat metode Life
History,
apakah semua anggota dapat menceritakan sejarah hidupnya, terlebih
mengingat sejarah hidup yang sangat mengerikan sampai ia mau bunuh
diri. Bukankah metode ini lebih menguak luka lama daripada
memperlancar jalannya organisasi.
Perhatian pada aspek
manusia merupakan inovasi terbaru untuk menjalankan organisasi.
Gagasan tersebut perlu menyadari akan keanekaragaman anggota dalam
organisasi. Menaruh rasa hormat kepada setiap anggota adalah
kelebihan yang perlu dikembangkan dalam penggunaan metafora
kebudayaan dan peningkatan perhatian pada aspek kebudayaan dalam
studi organisasi.
Sumber
Ringkasan
Sofian Effendi dkk,
“MEMBANGUN MARTABAT MANUSIA”. Dalam Aspek
Manusia dalam Analisis Organisasi :Dasar Pemikiran dan Implikasi
Metodologi Penelitian,
Gajah Mada University Press, 1992
Komentar
Posting Komentar